PENDEKATAN, STRATEGI, DAN MODEL DALAM PEMBELAJARAN
Oleh
: Rifqi
A.
Pendahuluan
Menghadapi era globalisasi
dan tuntutan zaman yang tak dapat dielakkan, seorang guru dituntut dapat
melaksanakan tugas pembelajaran secara profesional, diantaranya adalah
menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan program pembelajaran yang akan
berlangsung sehingga capaian pembelajaran sebagaimana tujuan yang telah
dirumuskan bisa berjalan efektif dan efisien yaitu semua peserta didik dapat
menyerap materi secara optimal dan bisa menerjemahkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sesuai dengan tradisi
pembelajaran pada umumnya seorang guru biasanya mempersiapkan perencanaan dalam
kegiatan pembelajaran, mulai dari pendekatan pembelajaran, strategi hingga
model apa yang akan dia gunakan untuk dapat menunjang tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskannya. Karena tujuan pembelajaran inilah yang menentukan tolak
ukur bagi seorang guru dalam memilih dan memastikan metode ataupun model
pembelajaran yang akan ia gunakan.
Pemilihan pendekatan,
strategi maupun model pembelajaran dilakukan oleh seorang guru disesuaikan
dengan tingkat relevansinya dengan berbagai aspek diantaranya adalah situasi
dan kondisi para peserta didik maupun kesesuaiannya dengan materi yang akan
disampaikan. Dengan demikian seorang guru dituntut dapat memahami dengan benar
tentang pendekatan, strategi maupun model pembelajaran yang akan digunakan
sesuai dengan tuntutan profesionalitas sebagai seorang tenaga pendidik.
Disamping tuntutan profesionalitas
dalam memilih secara tepat mengenai pendekatan, strategi maupun model
pembelajaran, seorang guru juga harus dapat memperhatikan dan memahami aspek
nilai filosofi dalam kegiatan pembelajaran. Mulai dari paradigma yang memuat
asas pendidikan hingga kesadaran terhadap sistem pendidikan yang sedang
berlangsung saat ini.
Kesadaran terhadap asas
pendidikan terutama pada sistem pendidikan Islam dan kesadaran terhadap fakta
sistem pendidikan sekularistik yang diterapkan di negeri ini akan dapat memberikan
gambaran secara utuh kepada seorang guru untuk menentukan strategi yang tepat
dalam pembelajaran sehingga hasil pembelajaran bukan hanya fokus pada
penguasaan kognitif siswa namun lebih menyentuh pada ranah dan psikomotoriknya
dengan muatan nilai-nilai Islam. Dengan kondisi ini peserta didik diharapkan
dapat memiliki kepribadian Islam sekaligus dapat menguasai hal-hal yang
dibutuhkan dalam pengembangan sains dan tekhnologi.
Menghadapi kenyataan tentang sistem
pendidikan sekularistik yang saat ini berlangsung di negeri ini, maka tugas
berat yang harus diselesaikan selain dengan penataan kelembagaan, maka hal yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar seperti pendekatan, strategi maupun
model pembelajaran harus sejalan dengan
visi pendidikan Islam yaitu dalam rangka membentuk kepribadian Islam
dengan optimalisasi penguasaan thaqa>fah Isla>miah[1] dan
kemampuan iptek yang memadai sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan hal itu, dalam penulisan
makalah ini penulis mencoba untuk mengintegrasikan antara falsafah pendidikan
Islam sebagai parameter pendidikan yang dibangun dari aqidah Islam dengan
masalah pendidikan yang menjadi aspek derivatnya baik yang bersifat
intruksional maupun yang terkait dengan masalah institusional. Hingga kedepan
pendidikan tidak lagi dilihat sekedar masalah masalah teknis, namun sudah dapat
memotretnya secara filosofis, bahkan mampu menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan secara ideologis.
B.
Perbedaan antara Pendekatan, Strategi dan Model dalam
Pembelajaran
Dalam konteks pembelajaran ada beberapa istilah yang perlu dipertegas
perbedaan batasan dan pengertiannya, yaitu: pendekatan, strategi dan model
pembelajaran. Masing-
masing istilah tersebut memiliki definisi
yang berbeda. Pendekatan pembelajaran menurut Sanjaya adalah suatu titik tolak
atau sudut pandang mengenai terjadinya proses pembelajaran secara umum
berdasarkan cakupan teoritik tertentu.[2]
Pendekatan pembelajaran dibagi menjadi dua yaitu teacher centered approach „pendekatan
yang berpusat pada guru ‟ dan student centered approach „pendekatan yang
berpusat pada siswa ‟.[3]
Sedangkan strategi pembelajaran, banyak pendapat para ahli mengemukakan
definisi tentang pengertiannya. Strategi pembelajaran menurut Kemp (1995)
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh seorang guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.[4]
Definisi tersebut
menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah
suatu perencanaan yang berisi metode, atau serangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Kosma dan Gafur (1989)
sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah B.Uno mengungkapkan secara umum bahwa
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang dipilih dan
dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan pembelajaran tertentu. Gerlach dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Sedangkan Dick dan Carey
mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah seluruh komponen materi
pembelajaran, prosedur atau tahapan kegiatan yang digunakan oleh guru dalam
rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan.[5]
Upaya untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran yang telah dirumuskan
dalam kegiatan nyata supaya tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal,
diperlukan satu metode agar realisasi strategi pembelajaran dapat terwujud.
Dengan demikian strategi pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode
pembelajaran. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa strategi dalam konteks pembelajaran meniscayakan
keterlibatan guru
dan siswa. Guru dalam hal ini berperan menentukan target, kualifikasi hasil,
dan merancang langkah-langkah kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran menurut Rowntree terdiri dari dua jenis,
yaitu: (1) exposition-discovery learning, dan (2) group-individual
learning.[6] Exposition-discovery
learning pada dasarnya terdiri dari dua strategi yang berbeda, yaitu
strategi penyampaian atau ekspositori; dan discovery learning yang
berupaya pada pembelajaran penemuan. Strategi exposition „ekspositori‟
adalah strategi pembelajaran langsung (direct instruction) dengan
menyajikan materi pelajaran yang sudah jadi dan siswa diharapkan menguasai
secara penuh. Strategi ekspositori menempatkan guru sebagai penyampai
informasi. Berbeda dengan strategi discovery, dimana siswa mencari dan
menemukan materi pelajaran sendiri melalui berbagai aktivitas. Tugas guru dalam
strategi discovery yaitu guru sebagai fasilitator dan membimbing siswa
dalam pembelajaran. Strategi discovery disebut juga strategi
pembelajaran tidak langsung.
Strategi group-individual
learning merupakan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran
individual. Strategi pembelajaran individual adalah perencanaan aktivitas belajar secara
mandiri bagi para
siswa. Kemampuan
individual
menentukan tingkat kecepatan keberhasilan penguasaan materi pembelajaran.
Materi pembelajaran disajikan atau didesain untuk belajar sendiri, seperti
halnya modul pembelajaran. Sedangkan
strategi pembelajaran kelompok adalah penyajian materima pembelajaran
dalam bentuk klasikal atau siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil.
Strategi ini menempatkan siswa sebagai individu yang sama, dan dapat
menciptakan budaya kerjasama dalam pembelajaran.
Strategi pembelajaran
ditinjau dari cara menyajikan materi dapat dibagi dua, yaitu: (a) strategi
pembelajaran deduktif; dan (b) strategi pembelajaran induktif. Strategi
pembelajaran deduktif berupaya menyajikan materi secara umum ke khusus, atau
dimulai dari hal-hal yang abstrak menuju ke hal- hal konkret. Adapun strategi
induktif menyajikan materi yang konkret selanjutnya diarahkan pada materi yang
kompleks, atau dimulai dari hal khusus menuju ke hal umum.
Dalam pelaksanaan strategi
pembelajaran membutuhkan suatu metode
pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
strategi pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu metode merupakan
upaya yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran sehingga
tujuan yang dicanangkan dapat terealisasi. Penerapan satu strategi pembelajaran memungkinkan
untuk diterapkan beberapa
metode pembelajaran. Sebagai contoh penerapan strategi discovery dapat menggunakan metode example- non
example, metode problem- solving, dsb. Strategi
ekspositori dapat menggunakan metode
ceramah, tanya jawab maupun diskusi dengan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran.
Berbagai istilah
pembelajaran seperti: pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran apabila
menjadi satu kesatuan utuh, maka akan terbentuklah suatu model pembelajaran.
Model pembelajaran menurut Mulyatiningsih (2011: 211) merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari
awal sampai akhir.[7] Model pembelajaran
mencerminkan penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, teknik, ataupun
taktik pembelajaran secara sekaligus untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Berdasarkan paparan tersebut dapat ditegaskan bahwa model
pembelajaran berisi unsur tujuan, tahap-tahap kegiatan, setting pembelajaran,
kegiatan guru dan siswa, perangkat pembelajaran (sarana, bahan, dan alat yang
diperlukan), hasil pembelajaran yang akan dicapai sebagai akibat proses belajar
mengajar. Perancangan model pembelajaran hampir sama dengan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang lengkap dengan perangkatnya.
Adapun pengelompokkan
model pembelajaran menurut Mulyatiningsih (2011: 214) dipilah menjadi 4
kategori, yaitu: (1) model pengolahan informasi, (2) model personal, (3) model
sosial, dan (4) model sistem perilaku.
Seiring perkembangan
zaman model pembelajaran sekarang juga telah berkembang. Hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya model pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan), kemudian berkembang menjadi PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif
Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Lalu
dilanjutkan dengan model pembelajaran PAILKEM ( Pembelajaran Aktif Inovatif
Lingkungan Kreatif Efektif dan Menyenangkan).
Namun bagaimanapun model pembelajaran, pendekatan atau strategi dirumuskan
secara matang, terkadang juga tidak dapat menghasilkan prestasi belajar yang
memuaskan, terlebih jika tujuan pembelajaran dimaksudkan untuk mencetak pribadi
muslim dengan karakter kepribadian yang islami, maka ada beberapa hal yang
patut diperhatikan yaitu :
a.
Faktor Guru.
Seorang
gurulah yang melakukan desain pembelajaran hingga tujuan pembelajaran yang
dirumuskannya dapat tercapai. Dalam konteks ini guru adalah sebagai
fasilitator, bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun disamping itu, guru
pula yang menjadi panutan dan obyek keteladanan bagi para siswa dalam
mengarungi kehidupan. Guru dalam konteks pembelajaran adalah memegang peran
sentral atas kesuksesan dalam semua kegiatan pembelajaran.
b.
Faktor siswa.
Segala
perbedaan karakter, kemampuan dan latar belakang kehidupan sosial para peserta
didik secara individu harus mendapat perhatian serius agar rangcangan
pembelajaran yang akan ditetapkan relevan dengan kondisi siswa baik secara umum
maupun secara khusus. Hal ini amat sangat penting bagi seorang guru sehingga
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskannya dapat tercapai secara maksimal.
c.
Faktor kurikulum.
Faktor
kurikulum ini berkaitan dengan rumusan tujuan pembelajaran (Standard Kompetensi
dan Kompetensi Dasar) serta pengorganisasian materi pembelajaran agar sesuai
dengan visi pendidikan Islam.
d.
Faktor Lingkungan.
Lingkungan
ini juga memerlukan perhatian secara serius, baik lingkungan keluarga,
masyarakat maupun tatanan kehidupan yang berlaku. Perhatian guru pada
lingkungan keluarga adalah perhatian pada kondisi dan latar belakang keluarga
para peserta didik secara individual. Langkah ini bisa dilakukan dengan
strategi home visit sehingga guru dapat mengetahui faktor-faktor
psikologis siswa dan menentukan tentang metode pembelajaran yang tepat baginya.
Sedangkan faktor masyarakat adalah perhatian terhadap tata perilaku sosial
secara umum berikut nilai-nilai yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Hal
ini juga amat sangat penting bagi seorang guru, sehingga model pembelajaran
yang dirumuskannya dapat mengantarkan siswa untuk hidup ditengah masyarakat
dengan dinamis dan penuh tanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya.
Sedangkan faktor lingkungan mengenai tatanan kehidupan yang berlaku adalah menyangkut
sistem kehidupan yang sedang diterapkan oleh negara dalam menjaga dan mengatur
masyarakat. Sistem ini amat sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku para
peserta didik sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai bagian dari
warga negara. Dalam konteks ini seorang guru harus dapat menyajikan kesadaran
sistemik pada para siswa tentang tatanan nilai yang berlaku sehingga tujuan
pendidikan bukan hanya mencetak pribadi yang respon terhadap diri dan
lingkungan sosialnya namun juga memiliki kesadaran penuh tanggung jawab
terhadap negaranya sesuai dengan visi pendidikan Islam.
Berdasarkan
paparan di atas, maka dibutuhkan satu solusi sistemik yang memadukan antara
konsep pembelajaran pada level pengembangan instruksional dengan pengembangan
pada level institusional sesuai dengan visi misi pendidikan Islam.
C.
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA LEVEL INSTRUKSIONAL.
Pendidikan Islam sebagai sebuah konsep pendidikan ideal
bagi generasi masa depan kini tinggal hanya isapan jempol karena pada tataran
konsep dengan realitas terjadi kesenjangan yang amat jauh. Asas pendidikan
Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai kaedah berfikir dalam membangun
pendidikan justru bertolak belakang dengan fakta saat ini yang lebih bercorak
sekuler materialistik. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis menawarkan
sebuah solusi yang bersifat fundamental yaitu solusi yang bersifat
paradigmatik, fungsional dan solusi yang bersifat tekhnis aplikatif.
1.
Solusi pada Tataran
Paradigmatik.
Secara
paradigmatik, pendidikan harus
dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan
tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan
serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta
budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun
pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan
prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.
Paradigma baru pendidikan yang berasas aqidah Islam
itu semestinya juga harus
berlangsung secara berkesinambungan mulai dari
TK hingga Perguruan Tinggi yang pada ujungnya nanti diharapkan mampu
menghasilkan keluaran (output) peserta didik yang berkepribadian Islam
(shakhs}iyyah Isla>miyyah),[8]
menguasai thaqa>fah
Islam dan ilmu-ilmu kehidupan
(iptek dan keahlian). .
Melihat kondisi obyektif
pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah optimasi pada
proses-proses pembentukan kepribadian Islam (shakhs}iyyah Isla>miyyah) dan penguasaan thaqa>fah
Islam serta meningkatkan pengajaran
sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi,
epistemologi dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam,
sekaligus mengintegrasikan ketiganya.
2.
Solusi
pada Tataran Strategi Fungsional
Pendidikan yang integral
harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga,
sekolah/kampus dan masyarakat. Kondisi faktual obyektif pendidikan
saat ini masih menggambarkan Sinergi
Pengaruh Negatif, di mana
ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping
masing-masing unsur tersebut juga belumlah berfungsi secara benar. Oleh
karena di tengah masyarakat terjadi
interaksi antar ketiganya, maka kenegatifan masing-masing itu juga memberikan pengaruh kepada unsur
pelaksana pendidikan yang lain. Maksudnya, buruknya pendidikan anak di rumah
memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di
tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba dan
sebagainya. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil
ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum.
Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka
lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
Solusi
strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada
dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni:
Pertama, membangun kualitas
pendidikan unggulan dimana semua
komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru/dosen yang profesional, amanah dan kafa’ah, (3) proses
belajar mengajar secara Islami, dan (4)
lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian
tujuan pendidikan secara optimal. Dengan
melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimalisasi pengaruh-pengaruh negatif yang
ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan
pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.
Kedua,
membuka
lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat
berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif
dari faktor pendidikan sekolah/kampus – keluarga – masyarakat inilah yang akan
membuat pribadi anak didik terbentuk
secara utuh sesuai dengan kehendak Islam.
Berangkat dari paparan di atas,
maka untuk mewujudkan kualitas
pendidikan yang dimaksud setidaknya
terdapat empat komponen yang harus
dipersiapkan guna menunjang tindak solutif, yakni penyiapan
kurikulum paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan sumberdaya
guru/dosen.
3.
Solusi Pada Tataran Teknis Aplikatif
Solusi pada wilayah tekhnis ini tidak kalah penting
nilainya dari dua solusi yang dikemukakan sebelumnya. Meski pada aspek tekhnis
ini akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan standard efektifitas dalam
kegiatan pembelajaran sehingga tujuan yang telah dirumuskan dapat terwujud.
Solusi yang bersifat tekhnis tersebut adalah terkait langsung dengan kegiatan
belajar mengajar, seperti masalah pendekatan, strategi dan model pembelajaran.
Solusi yang bersifat tekhnis ini penulis maksudkan bukan
untuk memilih salah satu pendekatan ataupun strategi tertentu dalam kegiatan
pembelajaran. Namun secara garis besar model pembelajaran PAILKEM harus
diupayakan sesuai dengan arahan dan paradigma pendidikan Islam.
Langkah-langkah praktis yang dapat diupayakan guna
mewujudkan suasana pembelajaran yang berorientasi pada tujuan pendidikan Islam
adalah sebagai berikut :
a.
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
terbiasa menyampaikan pendapat atau gagasan yang disertai dengan argumentasi
dan dalil
b.
Menyediakan bacaan pendukung berupa majalah atau
buku-buku yang bernuansa Islam guna meningkatkan wawasan keislaman serta
membimbing para siswa mengenal perkembangan situasi dan kondisi dengan kerangka
berfikir Islam
c.
Membiasakan para siswa dalam melakukan ketaatan secara
bersama-sama seperti shalat berjama’ah, gemar membaca Al-qur’an, shaum sunnah
bersama atau bangun malam bersama-sama.
d.
Menciptakan lingkungan yang islami baik di sekolah,
tempat tinggal hingga ke kamar-kamar siswa
e.
Para guru harus memberikan keteladanan yang baik kepada
para siswa.
f.
Pergaulan antara siswa laki-laki dengan perempuan harus
diatur dengan syariat Islam sehingga terbentuk pergaulan yang Islami.
g.
Sekolah harus melakukan evaluasi secara sistemik terhadap
hasil pembelajaran sehingga tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan dapat
terukur dengan jelas.
D.
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA LEVEL INSTITUSIONAL
Di tengah kehidupan sekularistik seperti saat ini maka tentu perubahan ke
arah terbentuknya sistem pendidikan Islam bukan perkara yang mudah. Namun
perubahan itu mensyaratkan agenda perubahan yang bersifat revolusioner pada
semua sisi kehidupan, seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya bukan hanya
pada lembaga pendidikan semata. Karena sistem pendidikan hanyalah salah satu
bagian dari seluruh komponen yang memiliki kontribusi pada pembentukan Shahs}iyah Isla>miyah.
Dalam rangka memaksimalkan pengaruh positif
terhadap tujuan pendidikan Islam dan meminimalkan sisi negatif kehidupan
sekularistik saat ini, maka penataan kelembagaan pendidikan islam yang paling
memungkinkan untuk dilaksanakan dalam jangka pendek adalah sistem pendidikan
terpadu dengan model desain boarding school untuk
tingkat SLTP/SLTA dan Full Day School untuk tingkat SD. Tujuan
penciptaan lembaga pendidikan model seperti ini menurut Ismail Yusanto adalah
sebagai berikut:
1. Memadukan modus
pendidikan dalam keluarga dan masyarakat dalam lingkungan sekolah untuk
memaksimalkan potensi positif dan meminimasi pengaruh negatif dari lingkungan
dan masyarakat yang tidak kondusif
2. Memadukan ranah
belajar afeksi, kognisi dan psikomotorik.
3. Memadukan
pendidikan umum dan pendidikan agama dalam satu kesatuan sistem pendidikan
Islam
4. Memadukan modus
pendidikan klasikal di sekolah dengan masjid dan model pesantren (asrama)
5. Memadukan proses
penguasaan ilmu-ilmu kehidupan dengan thaqa>fah Isla>miyah dalam pembentukan
kepribadian Islam.[9]
E.
KESIMPULAN
Dari paparan makalah yang telah dibahas di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dalam
konteks pembelajaran ada beberapa istilah yang memiliki perbedaan pengertian
diantaranya adalah pendekatan, strategi dan model pembelajaran. Pendekatan di
definisikan sebagai suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai terjadinya
proses pembelajaran secara umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu.Sedangkan
strategi adalah serangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan. Model pembelajaran merupakan
suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar
mengajar dari awal sampai akhir
2.
Dalam rangka pengembangan pendidikan Islam pada wilayah
instruksinal dan mengatasi problem pendidikan yang saat ini terjadi dibutuhkan
solusi yang bersifat fundamental diantaranya solusi yang bersifat paradigmatik,
solusi yang bersifat fungsional dan solusi yang bersifat tekhnis aplikatif
3.
Pada wilayah institusional, pendidikan Islam memerlukan
format kelembagaan yang dapat berfungsi untuk memaksimalkan pengaruh positif
dan meminimasi sisi negatif kehidupan sekuler. Format kelembagaan pendidikan
yang memungkinkan untuk hal tersebut adalah model boarding school atau full
day school.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Husein. Mafa>him Isla>miyah, Beirut, Da>r al-Baya>riq, 1994
An-Nabha>ni, Taqiyuddi>n. Al-‘Uqa>b,
tp, tt.
B.Uno, Hamzah. Belajar
Dengan Pendekatan Pailkem, cet.3. Jakarta, Bumi Aksara, 2012
Mulyatiningsih,
Endang. Penelitian Terapan, Yogyakarta, UNY Press, 2011
Rusman, Model-model
Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru, cet.5. Jakarta, Rajawali
Press, 2012
Sanjaya,Wina. Perencanaan
dan Desain sistem Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2008
Yusanto, Ismail
dkk. Menggagas Pendidikan Islami, Bogor, Al-Azhar Press, 2011
[1]
Tsaqa>fah Isla>miyah adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang menjadikan
aqidah Islam sebagai sebab dalam pembahasannya, seperti fiqh, ushul fiqh, ilmu
rijal al-hadits, ilmu Al-Qur’an dan lain sebagainya. Taqiyuddi>n
An-Nabha>ni, Al-‘Uqa>b, tp, tt.
[2]
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain sistem Pembelajaran, (Jakarta,
Kencana, 2008), 127
[3] Rusman, Model-model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme
Guru (Jakarta, Rajawali Press, 2012) cet.5, 132
[6]
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain sistem Pembelajaran, 128
[8]
shakhs}iyyah Isla>miyyah atau kepribadian Islam adalah
perpaduan antara pola pikir islami dan pola sikap Islami yang dimilki oleh
seorang muslim. Lihat Muhammad Husein Abdullah, Mafa>him Isla>miyah, (Beirut,
Da>r al-Baya>riq, 1994), 103
[9]
Ismail Yusanto, dkk. Menggagas
Pendidikan Islami, (Bogor, Al-Azhar Press, 2011), 102-103
syukran zajilan atas bahan bacaanya...semoga pahalanya keilmuannya di balas oleh Allah.
BalasHapus